PENGEMBANGAN NILAI-NILAI ISLAM DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Pendahuluan
Pendidikan agama di sekolah-sekolah di Indonesia secara umum dianggap gagal. Bukti kegagalan tersebut tidak perlu lewat survei atau penelitian serius, karena kita dapat melihatnya dengan gamblang di sekeliling kit, di jalan, dan di pemerintahan. Tidak ada kolerasi antara pendidikan agama di sekolah dengan berbagai pelanggaran, tindak kriminal hingga kesemrawutan di berbagai level kehidupan. Meminjam standar penilaian resmi lembaga internasional, Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar. Namun, Indonesia juga dinilai paling kotor, paling korup, penuh tindak kriminal dan kekeraan.
Terdapat dua hal yang menjadi sebab utama gagalnya pendidikan agama di Indonesia. Pertama, karena pengajaran agama selama ini dilakukan secara simbolik-ritualisik. Agama diperlakukan sebagai kumpulan simbol-simbol yang harus diajarkan kepada anak didik dan diulang-ulang, tanpa memeikirkan kolerasi atara simbol-simbol ini dengan kenyatan dan aktivitas kehidupan di sekeliling mereka. Kedua, pendidikan agama di Indonesia dinilai gagal karena mengabaikan syarat-syarat dasar pendidikan yang mencakup pada tiga komponen; intelektual, emosional, dan psikomotorik. (Haidar Bagir, Kompas)
Selain faktor di atas yang menjadi sebab gagalnya pendidikan agama di sekolah adalahekspektasi telalu besar terhadap pendidikan agama, padahal pendidikan agama hanya 2 jam pelajaran/minggu.
Bagaimana kurikulum pendidikan Agama yang ideal yang bisa memasukan/menginternalisasikan nilai-nilai Islam sehingga dapat memberi warna dalam sikap, perilaku peserta didik?
Pengertian Pendidikan Agama
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,latihan, serta penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubunganya dengan kerukunan antar ummat beragama dalam masyarakat hingga terwujudkesatuan dan persatuan bangsa.
Kurikulum Pendidikan Agama
Kurikulum adalah circle of instruction, dalam kurikulum itu tergambar secara jelas dan terencana bagaimana dan apa saja yang harus terjadi dalam proses belajar mengajar.
Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berfungsi seperti laboratorium __rentetan kontinue suatu eksperimen, dan semua pelakunya ialah guru bersama muridnya , yang dalam beberapa aspek melakukan fungsi ilmiawan__experience curriculum.
Kurikulum pendidikan agama tidak hanya berhenti pada apa yang harus dipelajari di dalam kelas tetapi kurikulum itu juga harus mencakup pembelajaran di luar kelas.
Karakteristik PAI menuntut ke arah sana, karena teori-teori keagamaan itu akan dipraktekan dalam laboratorium yang bernama “masyarakat”.
Konsep Nilai
Nilai adalah patokan normatif yang memengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif (Kupperman, 1983).
Dalam lingkup yang lebih luas, nilai dapat merujuk kepada sekumpulan kebaikan yang disepakati bersama. Ketika kebaikan itu menjadi aturan atau menjadi kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur dalam menilai sesuatu, maka itulah yang disebut dengan norma.
Jadi nilai adalah harga yang dituju dari sesuatu perilaku yang sesuai dengan norma yang disepakati. Sedangkan moral adalah kebiasaan atau cara hidup yang terikat pada pertanggungjawaban seseorang terhadap orang lain sehingga kebebasan dan tanggung jawab menjadi syarat mutlak.
Nilai, moral, dan norma merujuk kepada kesepakatan dari suatu masyarakat. Karena itu, nilai, moral, dan norma akan berkembang sejalan dengan perkembangan msyarakat (relatif).
Nilai Moral Agama
Agama dipandang sebagai sumber nilai karena agama berbicara baik dan buruk, benar, dan salah. Demikian pula, agama Islam memuat ajaran normatif yang berbicara tentang kebaikan yang seyogianya dilakukan manusia dan keburukan yang harus dihindarkannya.
Islam memandang manusia sebagai subjek yang paling penting di muka bumi sebagaimana diungkapkan Alquran (Q.S. 45:13) bahwa Allah menundukkan apa yang ada di langit dan di bumi untuk manusia. Sedangkan ketinggian kedudukan manusia terletak pada ketakwaannya, yakni aktivitas yang konsisten kepada nilai-nilai Ilahiah yang diimplementasikan dalam kehidupan sosial.
Nilai-Nilai Islam
Dilihat dari asal datangnya nilai, dalam perspektif Islam terdapat dua sumber nilai, yakni Tuhan dan manusia.
Nilai yang datang dari Tuhan adalah ajaran-ajaran tentang kebaikan yang terdapat dalam kitab suci. Nilai yang merupakan firman Tuhan bersifat mutlak, tetapi implementasinya dalam bentuk perilaku merupakan penafsiran terhadap firman tersebut bersifat relatif.
Menelusuri makna nilai dalam perspektif Islam dapat dikemukakan konsep-konsep tentang kebaikan yang ditemukan dalam Alquran;
¨ Beberapa istilah dalam Alquran yang berkaitan dengan kebaikan, yaitu alhaq dan al-ma’ruf serta lawan kebaikan yang diungkapkan dalam istilah albathil, dan almunkar. Haq atau alhaq menurut pengertian bahasa adalah truth; reality; rightness, correctness; right, correct, just, fair; sound, valid.
¨ Alhaq diulang dalam Alquran sebanyak 109 kali. Alhaq mengandung arti kebenaran yang datang dari Allah, sesuatu yang pasti seperti datangnya hari akhir, dan lawan dari kebatilan. Alhaq dalam Alquran dikaitkan dengan Alquran sebagai bentuk sumber dan Muhammad sebagai pembawa yang menyampaikannya kepada manusia. Haq adalah kebenaran yang bersifat mutlak dan datang dari Tuhan melalui wahyu. Manusia diminta untuk menerima dengan tidak ragu-ragu mengenai kebenaran nilai tersebut (Q.S. 2:147).
¨ Haq bersifat normatif, global, dan abstrak sehingga memerlukan penjabaran agar dapat dilaksanakan secara operasional oleh manusia.
Nilai Ibadah Vs Nilai Sosial
Agama dipandang sebagai salah satu aspek kehidupan yang hanya berkaitan dengan aspek pribadi dan dalam bentuk ritual, karena itu nilai agama hanya menjadi salah satu bagian dari sistem nilai budaya; tidak mendasari nilai budaya secara keseluruhan. Pelaksanaan ajaran agama dipandang cukup dengan melaksanakan ritual agama, sementara aspek ekonomi, sosial, dan budaya lainnya terlepas dari nilai-nilai agama penganutnya. Padahal, ibadah itu sendiri memiliki nilai sosial yang harus melekat pada orang yang melaksanakannya.
Aktualisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan sekarang ini menjadi sangat penting terutama dalam memberikan isi dan makna kepada nilai, moral, dan norma masyarakat. Aktualisasi nilai dilakukan dengan mengartikulasikan nilai-nilai ibadah yang bersifat ritual menjadi aktivitas dan perilaku moral masyarakat sebagai bentuk dari kesalehan sosial.
Nilai-Nilai Islam dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama didekati dengan dua pendekatan: formal_penekanannya pada ritual dan ajaran, substansi_etika, spiritualitas dan pada aspek-aspek yang bisa mempertemukan perbedaan.
Hasil survei di Perguruan Madania, yang saya kutip dari www.islib.com yang diperlukan oleh orang tua dengan adanya pendidikan agama di sekolah adalah etika dan spiritual agama yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kejujuran, kerjasama, pluralisme dan lain-lain.
Hal terpenting yang harus ada dalam currículo PAI Semarang selai intelektualisme, spiritualitas keagamaan, juga penting hádala kita membangun etika peserta didik yang diwarnai nilai-nilai Islam. Al-Qur’an menyatakan “ Kamu ádalah umat terbaik yang dilahirkan menyeru pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman lepada Allah (3: 110).
Bangsa ini lemah terutama dalam bidang etika, mudah kolusi dan korupsi, semrawut, kotor, dimana kecendrungan dimulai dari sekolah dasar ingá mahasiswa. Kita diajarkan Ibadah, salta, puasa, mengkaji al-Qur’an untuk membangun kesadaran etik mempertajam hati nurani.
Internalisasi Nilai-Nilai Islam Melalui School Culture
¨ Kurikulum Pendidikan Islam di sekolah dikembangkan dalam dua bentuk kegiatan: intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
¨ Pendidikan Islam yang hanya 2 jam/minggu dalam pembelajaran intra sulit untuk memberi warna dalam PBM.
¨ Nilai-nilai Islam bisa masuk dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan membangun “budaya islam”—memindahkan nilai-nilai islam yang ada di masyarakat ke dalam budaya sekolah.
¨ Membangun budaya islam yang berbasis nilai-nilai islam tidak bisa hanya melibatkan guru agama atau dosen agama, tapi harus melibatkan seluruh civitas akademika yang ada.
Ujian Nasional Ancaman Terhadap Nilai-Nilai Islam
Tujuan dilaksanakan UN merupakan sesuatu yang sangat mulia—meningkatkatkan kualitas pendidikan yang dilakukan secara bertahap dengan indikator pencapaian nilai UN yang semakin tinggi sesuai standar BSNP.
Namun kebijakan tanpa melihat realitas sosial yang telah mengindahkan semua aspek nilai-nilai agama, sosial, dan budaya untuk mencapai tujuan adalah sebuah kesalahan fatal.
UN tidak dilihat sebagai peristiwa biasa, tapi bisa menggugah prestise, siswa, guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, bupati, gubernur, dll.
Kecurangan-kecurangan UN membuat semua unsur yang terlibat dalam UN melakukan dosa kolektif.
Baiknya untuk tahun ajaran berikutnya misal mulai tahun ajaran 2008-2009 UN digunakan sebagai alat pemetaan kualitas pendidikan di negara kita tercinta ini, selanjutnya dapat dipakai sebagai acuan dan tempat berpijak dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan keadaan dan kemampuan sekolah masing-masing. Dalam arti kata peningkatan mutu pendidikan secara bertahap tidak harus dengan cara dan waktu yang bersamaan, sebab kita tahu keadaan dan kemampuan sekolah beragam. Sedangkan untuk kelulusan sekolah yang menentukan. Demikian semoga dapat diterima oleh semua pihak dan tindakan negatif dalam rangka sukses UN dapat diminimalisir. Akur ya ! Trims (Widodo AP)
Ass. Pak Sutrisno, saya sangat setuju dengan tulisan bapak dan tanggapan pak Widodo. Memang sangat bagus hasil UN digunakan untuk pemetaan kualitas pendidikan, saat ini pun Diknas sudah melakukan itu. Sehingga hampir di banyak sekolah sudah menggeber siswanya agar mendapat nilai tinggi pada mata pelajaran yang di UN kan tersebut. Sehingga bila hasil UN nya tinggi, maka sekolah tersebut mendapat peringkat tinggi bahkan ke arah ssn atau sbi. Tapi apakah kualitas pendidikan hanya berorientasi pada nilai mata pelajaran yang di UN kan saja? Lalu apakah bisa dijamin pelaksanaan UN itu 100% jujur? Lalu bagaimana dengan pengembangan softkill siswa? Banyak siswa pintar tapi softkillnya parah dan dalam kehidupan sehari-hari perilakunya tidak mencerminkan nilai-nilai agama. Bagaimana cara yang bijak untuk mengakomodir kedua hal di atas?
pendidikan itu harus dilakukan secara komprehensif. Ujian Nasional baru aspek akademiknya itupun tertumpu pada aspek kogninitif. Personality development harus dikembangkan oleh lembaga-lembaga pendidikan dengan prosentase 15 % dan 30 % lagi adalah untuk religion development dan yang tidak kalah pentinya adalah pembangunan wawasan lokal dan global (15 %).
sepakat pak bagus sekali… UN di adakan untuk meningkatkan kebermutuan siswa demi kemajuan bangsa dan negara… ‘kebermutuan yang seperti apa ya pak? setiap siswa di nusantara ini diharuskan lulus ujian mata pelajaran; matematik, bahasa indonesia, dan bahasa inggris.
Dari fenomena yang ada saya membayangkan akan jadi apa bangsa kita 50 th lagi? masihkah mereka bisa bersaing?
taruhlah bhs inggris, bhs indonesia, dan matematika mereka bagus dan cukup bisa bersaing…
tapi heroismenya, nasionalismenya, dan persatuan dan kesatuan sebagai bangsa akan kita pertanyakan. jangan-jangan akan ada sejarahwan yang menulis, “dahulu disi pernah ada negara yang bernama Indonesia yang sekarang menjadi 33 negara”
Sukse selalu buat bapak